Rabu, 18 April 2012

Resensi buku "Titik Ba"



Meresensi buku “Titik Ba”

Biografi
Judul               : Titik ba
                          Paradigma revolusioner dalam kehidupan dan pembelajaran
Pengarang       : Ahmad Thoha Faz
Penerbit           : PT.Mizan Pustaka
Tempat terbit   : Bandung
Cetakan ke      : 1
Tahun terbit     : 2007
Tebal buku      : 464 Halaman
BAB 1. Siapa Mengenal Dirinya, Dia Mengenal Tuhannya
Alam Semesta Bagian Dari Saya?
Jagat raya (universum) terbentang mahaluas. Maka, siapapun yang menganggap diri semata-mata bagian darinya, akan terombang-ambing di atas pentas kosmik. Sesungguhnya diri kita adalah pusat jagat raya masing-masing. Memulai dari sistem keseluruhan yang mahaluas justru berarti memulai dari diri sendiri.
Peta dan Kalender Alam Semesta
            Bumi yang begitu besar ternyata merupakan bagian sangat-sangat kecil dari tata surya dan galaksi kita, Bima Sakti. Menurut perhitungan terakhir, terdapat 300 miliar galaksi lain. Galaksi terdekat adalah Andromeda yang jaraknya kira-kira dua juta tahun cahaya dari Bumi. Alam semesta diperkirakan berusia 18 miliar tahun.
Posisi Diri di Pentas Alam Semesta
Mengalihkan pandangan dari alam semesta ke dalam diri, segera kita sadari bahwa hidup di dunia tak lebih lama daripada sehela napas. Kesadaran kita yang paling dalam dan paling jernih sama sekali tidak dapat menerima jika kita  “benar-benar dapat tiada” ketika kita meninggal. Dalam kehidupannya di dunia, kita serupa dengan keadaan bayi yang yang belum dilahirkan atau telur yang belum menetas.
Mungkinkah Memulai Perubahan dari Alam Semesta sebagai Satu Keutuhan?
Kita tidak mungkin memulai pada pikiran dari alam semesta sebagai satu-kesatuan yang utuh, sebab alam semesta terlampau luas dan pelik dalam jangkauan indriawi. Karena itu, kita tidak memulai bernalar dari alam semesta, tetapi dari diri sebagai satu-kesatuan yang utuh. “ Dari pusat diri jiwa bergerak ke luar,” kata Carl Gustav Jung, “sebagai bentuk pengembangan dirinya, menuju alam fisik.”
Realitas sebagai Hasil Kespakatan
Setiap saat kita berinteraksi dengan realitas, tapi tidak pernah tahu apa itu sesungguhnya. Sepanjang hidup kita umunya bahkan hanya mengalami realitas, tanpa menyadari dan memikirkannnya. Akibatnya, pengalaman tidak menimbulkan pemahaman. Sebaliknya, bagi pemerhati realitas, kita pun tidak pernah memahami dunia apa adanya, melainkan bergantung bagaimana kita adanya atau bagaimana kita dikondisikan untuk melihatnya.
Kesimpulan Aneh Fisika Modern
Mekanika kuantum yang disebut-sebut paradigma paling sahih dan prediksinya terbukti paling akurat sepanjang sejarah, meragukan dengan serius adanya realitas eksternal yang tak dipengaruhi oleh kesadaran si pengamat. Keputusan-keputusan sadar (subjek) sacara nyata punya efek terhadap materi (objek) sehingga subjek dan objek tidak dapat dibedakan secara tegas.
Mana yang Lebih Hakiki: Materi atau Kesadaran?
Kaum materialisme yang berangkat dari materi mengedepankan materi. Sebaliknya, kaum  spiritualisme yang berangkat dari kesadaran mengedepankan kesadaran. Kesadaran tidak dapat dideskripsikan maupun didefinisikan. Sebab, meskipun fenomena yang dilihat sama, informasi yang diperoleh berbeda bagi setiap indivdu.
Kita adalah Pusat Jagat Raya Kita
Realitas di luar boleh berjuta macam, tapi kita bebas menentukan realitas mana yang menjadi pusat perhatian dan makna apa yang kita diberikan. Jika diri kita mati, dunia yang kita ciptakan pun ikut berakhir. Menurut spiritualisme, pusat alam semesta adalah si pengamat itu sendiri, sedangkan pusat alam semesta menurut materialisme tidaklah penting untuk diketahui.
Kita Selalu Dapat Berperan di Pentas Jagat Raya Kita
Kita tidak dapat mengubah siapa pun kecuali diri kita. Anda dapat memilih tindakan, namun tak dapat memilih akibat-akibatnya. Sebagian besar anggota tubuh kita sendiri pun tidak terpengaruh sedikit pun oleh keputusan kita. Orang yang tahu diri secara aktif menanggapi dunia. Sebaliknya, orang tidak tahu diri berharap dunia menanggapi dirinya. Bagi yang tahu diri selalu terdapat pilihan yang layak pada setiap masalah: (1) mengubah apa yang dapat diubah, (2) menerima apa yang tidak dapat diubah, dan (3) memindahkan diri dari hal-hal yang tidak dapat kita terima.
Membangun Keutuhan Kesadaran
Ketika muncul ke dunia, setiap manusia mengalami penderitaan dengan beragam bentuknya: kesakitan, kekecewaan, keresahan, ketidakpahaman, dan lain-lain. Semua itu berakar pada kesadaran yang sempit sehingga kita melihat realitas secara sempit dan tersekat-sekat. Bila kesadaran diperluas, kita pun merasa lebih bebas dari impitan masalah.
Kesadaran, Perspektif Psikologi
Perspektif psikoanalisis menganggap manusia sebagai korban tak berdaya dari pengalaman masa lalunya. Guna membebaskan manusia, dari belenggu masa lalu maupun pengaruh lingkungan sehingga bertanggung jawab dengan hidupnya, kita harus percaya kehendak bebas. Tidak ada seorang pun dapat menyakiti kita tanpa persetujuan kita.  Secara fisik mungkin, tapi hati tidak. Tidak ada perubahan apa pun dalam diri seseorang tanpa persetujuan hatinya.
Pertumbuhan Kesadaran
Sebagai manusia kita berpeluang terus tumbuh sampai mati. Makna tumbuh yang dimaksud tentu saja tidak dalam arti biologis, tapi bertumbuh dalam hakikat diri manusia atau bertumbuh dalam pengetahuan, kebijaksanaan, kebesaran jiwa, kematangan pribadi, kepercayaan diri, dan lain-lain.
Perluasan Kesadaran “Jalur Kiri” dan “Jalur Kanan”
Guna meluaskan kesadaran, man of wisdom menempuh jalan meditasi dan hidup suci, sementara man of reason dengan observasi dan eksperimentasi. Penggunaan istilah dua jalur peluasan kesadaran (kiri dan kanan) dipinjam dari model dua belahan otak. Dalam terminologi kalangan pesantren, “kiri” adalah pendekatan rasional argumentatif, sedangkan “kanan” yaitu pemahaman yang bertumpu pada pengalaman batin dan intuisi.
Penjelajahan Kesadaran Sampai ke Ujung
Secara neurologis, kemampuan intuitif kita justru akan berkembang optimal apabila jalan berpikir rasional ditempuh hingga ke ujung, bahkan sampai mengalami jalan buntu. Apabila sunguh-sungguh berpikir, kita pasti akan dikejutkan oleh pemahaman yang bersifat paradoksal (menentang pikiran lazim) yang membuat kita bingung. Kebingungan itu terjadi ketika kesadaran kita menabrak batas.
Kekeliruan Hawking
Hakikat pengetahuan manusia yang senantiasa relatif, membuatnya bisa berbelok ke tempat lain. Mari, kita cermati kedua jalur penjelajahan kesadaran. Cara pertama, “jalur kiri”, memeriksa secara teliti dan sistematis – lebih teliti dan lebih sistematis lagi – tentang aspek-aspek ilusi. Kita belajar mengetahui lewat manipulasi simbol. Cara kedua, meninggalkan ilusi dan menajamkan pandangan hati. Ketidaktahuan kita tak berhingga dan mata hati adalah perlengkapan untuk menghadapinya. Disini dididik untuk menyaksikan kebenaran tanpa harus menciptakan simbol-simbol lebih dulu.
Peluasan Kesadaran secara Simultan
Pada umumnya, kita memiliki kekayaan ekstrem yang mengendap dalam alam pikiran tidak sadar bahwa hanya pemikiran yang terorganisasi secara analitis-rasional (persis dengan cara mesin mengolah data) yang layak digunakan untuk belajar. Maka, manusia modern tidak hanya menciptakan mesin, bahkan tak jarang lalu latah dengan menyesuaikan otaknya bekerja mengikuti cara pikir mesin.


Bangunlah Alam Semesta di dalam Dada!
Bila ruang dada atau pikiran terasa sempit, yakni kesadaran makna tidak cukup luas, masalah kecil pun terlihat lebih besar. Sebaliknya, bila dada kita cukup luas, masalah besar pun akan ditampung dan ditangani dengan kepala dingin. Terdapat dua cara penyelesaian masalah. Pertama, subjek yang diubah dengan cara (1) memperluas atau memperdalam kesadaran dan (2) mengubah sudut pandang atau prasangka. Kedua, objek yang diubah oleh kekuatan dari luar. Misalnya, materi ujian dipermudah oleh dosen sehingga kita mudah mengerjakannnya.
Di Sini Adalah Timur, di Sini Adalah Barat
Dulu, dikatakan Barat di sini dan Timur di sana pada arah yang berlawanan. Sekarang, di sini bisa dikatakan Barat dan juga dapat disebut Timur. Mereka yang sudah terbuka dengan paradigma baru itu menyadari bahwa tatkala sains masih meraba-raba dalam kegelapan, spiritualitas telah menyelami kebenaran. Sains mungkin tidak membutuhkan mistisisme. Dan, mistisisme pun mungkin tidak membutuhkan sains. Namun, manusia seutuhnya membutuhkan keduanya.
Spiritualitas dan Agama Sipil
Banyak orang yang tak beragama memiliki kualitas spiritualitas sangat tinggi, memiliki pengalaman keagamaan lebih banyak berada di luar batas-batas arus utama keagamaan daripada orang-orang yang mengaku beragama. Tidak sedikit pula orang melakukan praktik-praktik pencerahan spiritual, namun tidak mengenal agama yang menjadi pangkalnya. Mungkin saja kita tidak beragama secara formal, tapi tidak mungkin kita kehilangan spiritualitas. Agama sipil adalah keberadan tuhan, kehidupan sesudah kematian, pahala bagi kabajikan dan sebaliknya hukuman atas kejahatan, dan sikap toleransi beragam.
Tidur dan Mimpi
Tidur umumnya dianggap tidak penting. Padahal tidur untuk memulihkan, meremajakan, dan memberi energi tubuh dan otak. Bahkan konsolidasi informasi yang terpecah-pecah menjadi utuh terjadi ketika kita tidur, yakni ketika otot beristirahat. Mimpi merupakan “fenomena kesadaran” yang didapat saat kita tidur.
Mimpi sebagai Media Pembongkar Kondisi Kejiwaan
Mimpi merupakan mekanisme kejiwaan seseorang yang merupakan katup untuk mengutarakan pengalaman yang terpendam atau tidak dimengertinya. Mimpi adalah fakta-fakta objektif; ia tidak menjawab pengharapan-pengharapan kita dan kita tidak pula menciptakannya.
Mimpi sebagai Medium Pembangkitan Kilasan Pemecahan
Bila bertemu dengan masalah, maka anda segera menggali memori untuk mengetahui cara-cara efektif apasaja pada masa lalu dan mengumpulkan informasi selengkap-lengkapnya. Pikiran beristirahat sejenak, ketika proses sadar mengalami jalan buntu. Pada tahap itulah, tidur sebagai medium pemunculan mimpi-mimpi dapat mengambil peran menentukan.
Isyarat Tidak Hanya diDapat Melalui Mimpi
Orang yang punya firasat dapat mengenai sasaran dengan panah pertama yang dilepaskan. Maka, dia tidak pernah berpaling pada penafsiran, spekulasi, ataupun dugaan. Menurut sufi besar Al-Qusyairi, firasat akan selalu benar bagi orang yang merendahkan pandangannnya dari keinginan hawa nafsu, membiasakan wujud batin dan lahiriahnya selaras dengan tuntunan Nabi, dan membiasakan diri makan yang halal saja.
Dunia, Mimpi yang Dinikmati Bersama; Mimpi, Dunia yang Dinikmati Sendirian
Apa yang kita alami saat tidur sangat mirip dengan apa yang dialami saat mati. Pangalaman yang dirasakan di saat bermimpi tidak jarang sangat nyata, bahkan kadang lebih nyata daripada yang dialami di alam bukan mimpi. Saat kita bermimpi, kita tidak tahu bahwa kita sedang bermimpi – kecuali bagi mereka yang sedang memiliki kesadaran tinggi ketika itu. Hanya setelah sadar, baru kita dapat mengenali mimpi sebagai mimpi. Apa yang kita alami saat ini lebih dapat dipercaya daripada apa yang kita alami dalam mimpi. Sebab, apa yang kita sebut hidup dalam kondisi bangun mungkin hanya suatu mimpi buruk yang tidak biasa dan terus menerus. Orang yang tidak menyadari bahwa hidup ini hanya sejenis mimpi berarati dia belum bangun. Sebaliknya, jika kita benar-benar menyadari bahwa sekarang kita sedang bermimpi artinya kita terbangun.
Saya Bertindak dan Membuat Perubahan, Maka Saya Ada
Seseorang tidak cukup memikirkan atau merasakan agamanya, melainkan harus hidup di dalam agamanya sedapat mungkin. Jika tidak, agama baginya tidak lebih dari sekedar fantasi atau filsafat kosong. Sebab, ujung dari suatu keyakinan adalah tindakan; tanpa tindakan berarti kita tidak yakin.
Pemahaman sebelum bertindak jelas penting. Namun, tidak sedikit  pemahaman di dapat justru setelah bertindak. Apa yang dapat diucapkan selalu lebih sedikit daripada apa yang diketahui. Sebab, selalu ada sisi-sisi lain yang tidak bisa diajarkan di bangku kelas, yang hanya bisa ditemukan sendiri dangan pengamalan dan pengalaman. Tidak semua yang bisa dipelajari dapat diajarkan. Bahkan untuk pemahaman-pemahaman terpenting, pada umumnya kita harus menemukannya sendiri karena itu, lebih mudah mendapatkan inspirasi ketika kita bekerja menjalankan gagasan daripada ketika berdiam diri.
Keutuhan Wacana-Aksi
Setelah resiko telah kita perhitungkan, selalu dituntut untuk melakukan usaha. Hasil akhir yang bernilai namun belum pasti, selalu memerlukan keberanian untuk memulai. Setelah tindakan pertama dimulai, apa yang diperlukan selanjutnya adalah keuletan dan keteguhan hati untuk menerjang gelombang-gelombang demi menuju tujuan.
Kelebihan dan Kekurangan Buku
            Kelebihan dari buku ini yaitu berisi informasi menarik tentang karakter manusia yang sebenarnya, sehingga dapat menyadarkan kita akan kehidupan yang sesungguhnya. Sedangkan kekurangannya yaitu pengolahan kata / bahasanya yang tidak mudah untuk dimengerti, sehingga pembaca harus membaca secara perlahan dan berulang agar memahami isi dari buku tersebut.