Etika Sebelum Makan
Etika sebelum makan adalah sebagai berikut :
1. Makanan dan minumannya halal, bersih dari kotoran-kotoran
haram, dan syubhat, karena Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang
baik-baik yang Kami berikan kepada kalian.” (Al Baqarah 172).
Yang dimaksud rizki yang baik ialah halal yang tidak ada kotoran di
dalamnya.
2. Ia meniatkan makanan dan minumannya untuk menguatkan
ibadahnya kepada Allah Ta‘ala, agar ia diberi pahala karena apa yang ia
makan, dan ia minum. Sesuatu yang mubah jika diniatkan dengan baik, maka
berubah statusnya menjadi ketaatan dan seorang Muslim diberi pahala
karenanya.
3. Ia mencuci kedua tangannya sebelum makan jika keduanya kotor,
atau ia tidak dapat memastikan kebersihan keduanya.
4. Ia meletakkan makanannya menyatu di atas tanah, dan tidak di
atas meja makan, karena cara tersebut lebih dekat kepada sikap tawadlu’,
dan karena ucapan Anas bin Malik ra,
“Rasulullah saw. pernah makan di atas meja makan atau di piring.” (HR
Bukhari).
5. Ia duduk dengan tawadlu dengan duduk berlutut, atau duduk di
atas kedua tumitnya, atau menegakkan kaki kanannya dan ia duduk di atas
kaki kirinya, seperti duduknya Rasulullah saw., karena Rasulullah saw.
bersabda,
“Aku tidak makan dalam keadaan bersandar, karena aku seorang budak
yang makan seperti makannya budak, dan aku duduk seperti duduknya
budak.” (HR Bukhari).
6. Menerima makanan yang ada, dan tidak mencacatnya, jika ia
tertarik kepadanya maka ia memakannya, dan jika ia tidak tertarik
kepadanya maka ia tidak memakannya, karena Abu Hurairah ra berkata,
“Rasulullah saw. tidak pernah sekali pun mencacat makanan, jika
beliau tertarik kepadanya maka beliau memakannya, dan jika beliau tidak
tertarik kepadanya maka beliau meninggalkannya.” (HR Abu Daud).
7. Ia makan bersama orang lain, misalnya dengan tamu, atau
istri, atau anak, atau pembantu, karena Rasulullah saw. bersabda,
“Berkumpullah kalian di makanan kalian niscaya kalian diberi
keberkahan di dalamnya.” (HR Abu Daud dan At-Tirmidzi yang
men-shahih-kannya).
Etika ketika sedang Makan
Di antara etika sedang makan ialah sebagai berikut:
1. Memulai makan dengan mengucapkan basmalah, karena Rasulullah
saw. bersabda,
“Jika salah seorang dari kalian makan, maka sebutlah nama Allah
Ta’ala. Jika ia lupa tidak menyebut nama Allah, maka hendaklah ia
menyebut nama Allah Ta‘ala pada awalnya dan hendaklah ia berkata, Dengan
nama Allah, sejak awal hingga akhir.”
(HR Abu Daud dan At-Tirmidzi yang menshahih- kannya).
2. Mengakhiri makan dengan memuji Allah Ta‘ala, karena
Rasulullah saw. bersabda,
“Barangsiapa makan makanan, dan berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang
memberi makanan ini kepadaku, dan memberikannya kepadaku tanpa ada daya
dan upaya dariku’, maka dosa-dosa masa lalunya diampuni.” (Muttafaq
Alaih).
3. Ia makan dengan tiga jari tangan kanannya, mengecilkan
suapan, mengunyah makanan dengan baik, makan dari makanan yang dekat
dengannya (pinggir) dan tidak makan dari tengah piring, karena
dalil-dalil berikut Rasulullah saw. bersabda kepada Umar bin Salamah,
“Hai anak muda, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu,
dan makanlah dari makanan yang dekat denganmu (pinggir).” (Muttafaq
Alaih).
4. “Keberkahan itu turun di tengah makanan. Maka oleh karena
itu, makanlah dari pinggir-pinggirnya, dan janqan makan dari tengahnya.”
(Muttafaq Alaih).
5. Mengunyah makanan dengan baik, menjilat piring makanannya
sebelum mengelapnya dengan kain, atau mencucinya dengan air, karena
dalil-dalil berikut: Rasulullah saw. bersabda,
“Jika salah seorang dari kalian makan makanan, maka ia jangan
membersihkan jari-jarinya sebelum ia menjilatnya.” (HR Abu Daud dan
At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
Ucapan Jabir bin Abdullah ra bahwa Rasulullah saw. memerintahkan
menjilat jari-jari dan piring. Beliau bersabda,
“Sesungguhnya kalian tidak mengetahui di makanan kalian yang mana
keberkahan itu berada.” (HR Muslim).
6. Jika ada makanannya yang jatuh, ia mengambil dan memakannya,
karena Rasulullah saw. bersabda,
“Jika sesuap makanan kalian jatuh, hendaklah ia mengambilnya,
membuang kotoran daripadanya, kemudian memakan sesuap makanan tersebut,
serta tidak membiarkannya dimakan syetan.” (HR Muslim).
7. Tidak meniup makanan yang masih panas, memakannya ketika
telah dingin, tidak bernafas di air ketika minum, dan bernafas di luar
air hingga tiga kali, karena dalil-dalil berikut: Hadits Anas bin Malik
ra berkata,
“Rasulullah saw. bernafas di luar tempat minum hingga tiga kali.”
(Muttafaq Alaih).
Hadits Abu Said Al- Khudri ra, bahwa Rasulullah saw. melarang
bernafas di minuman. (HR At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya). Hadits
lbnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw. melarang bernafas di dalam minuman,
atau meniup di dalamnya. (HR At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
8. Menghindari kenyang yang berlebih-lebihan, karena Rasulullah
saw., bersabda,
“Anak Adam tidak mengisi tempat yang lebih buruk daripada perutnya.
Anak Adam itu sudah cukup dengan beberapa suap yang menguatkan tulang
punggungnya. Jika ia tidak mau (tidak cukup), maka dengan seperti
makanan, dan dengan seperti minuman, dan sepertiga yang lain untuk
dirinya.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim. Hadits ini hasan).
9. Memberikan makanan atau minuman kepada orang yang paling tua,
kemudian memutarnya kepada orang-orang yang berada di sebelah kanannya
dan seterusnya, dan ia menjadi orang yang terakhir kali mendapatkan
jatah minuman, karena dalil-dalil berikut: Sabda Rasulullah saw.,
“Mulai dengan orang tua. Mulailah dengan orang tua.” Maksudnya,
mulailah dengan orang-orang tua. Rasulullah saw. meminta izin kepada
Ibnu Abbas untuk memberi makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri
beliau, sebab Ibnu Abbas berada di sebelah kanan beliau, sedang
orang-orang tua berada di sebelah kiri beliau. Permintaan izin
Rasulullah saw. kepada Ibnu Abbas untuk memberikan makanan kepada
orang-orang tua di sebelah kiri beliau itu menunjukkan bahwa orang yang
paling berhak terhadap minuman ialah orang yang duduk di sebelah kanan.
Sabda Rasulullah saw., “Sebelah kanan, kemudian sebelah kanan.”
(Muttafaq Alaib).
“Pemberi minuman ialah orang yang paling akhir meminum.”
10. Ia tidak memulai makan, atau minum, sedang di ruang pertemuannya
terdapat orang yang lebih berhak memulainya, karena usia atau karena
kelebihan kedudukannya, karena hal tersebut melanggar etika, dan
menyebabkan pelakunya dicap rakus. Salah seorang penyair berkata, Jika
tangan-tangan dijulurkan kepada perbekalan, Maka aku tidak buru-buru
mendahului mereka, sebab orang yang paling rakus ialah orang yang paling
buru-buru terhadap makanan.
11. Tidak memaksa teman atau tamunya dengan berkata kepadanya,
‘silakan makan’, namun ia harus makan dengan etis (santun) sesuai dengan
kebutuhannya tanpa merasa malu-malu, atau memaksa diri malu-malu, sebab
hal tersebut menyusahkan teman atau tamunya, dan termasuk riya’,
padahal riya’ itu diharamkan.
12. Ramah terhadap temannya ketika makan bersama dengan tidak makan
lebih banyak dari porsi temannya, apalagi jika makanan tidak banyak,
karena makan banyak dalam kondisi seperti itu termasuk memakan hak
(jatah) orang lain.
13. Tidak melihat teman-temannya ketika sedang makan, dan tidak
melirik mereka, karena itu bisa membuat malu kepadanya. Ia harus menahan
pandangannya terhadap wanita yang makan di sekitarnya, dan tidak
mencuri-curi pandangan terhadap mereka, karena hal tersebut menyakiti
mereka membuat mereka marah dan ia pun mendapat dosa karena perbuatannya
tersebut.
14. Tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan yang dipandang tidak sopan
oleh masyarakat setempat. Misalnya, ia tidak boleh mengibaskan
tangannya di piring, tidak mendekatkan kepalanya ke piring ketika makan
agar tidak ada sesuatu yang jatuh dari kepalanya ke piringnya, ketika
mengambil roti dengan giginya ia tidak boleh mencelupkan sisanya di
dalam piring, dan tidak boleh berkata jorok, sebab hal ini mengganggu
salah satu temannya, dan mengganggu seorang Muslim itu haram hukumnya.
15. Jika ia makan bersama orang-orang miskin, ia harus mendahulukan
orang miskin tersebut. Jika ia makan bersama saudara-saudaranya, ia
tidak ada salahnya bercanda dengan mereka dalam batas-batas yang
diperbolehkan. Jika ia makan bersama orang yang berkedudukan, maka ia
harus santun, dan hormat terhadap mereka.
Etika Setelah Makan
Di antara etika setelah makan ialah sebagai berikut:
1. Ia berhenti makan sebelum kenyang, karena meniru Rasulullah
saw. agar ia tidak jatuh dalam kebinasaan, dan kegemukan yang
menghilangkan kecerdasannya.
2. Ia menjilat tangannya, kemudian mengelapnya, atau mencucinya.
Namun mencucinya lebih baik.
3. Ia mengambil makanan yang jatuh ketika ia makan, karena ada
anjuran terhadap hal tersebut, dan karena itu adalah bagian dari syukur
atas nikmat.
4. Membersihkan sisa-sisa makanan di gigi-giginya, dan berkumur
untuk membersihkan mulutnya, karena dengan mulutnya itulah ia berdzikir
kepada Allah Ta‘ala, berbicara dengan saudara-saudaranya, dan karena
kebersihan mulut itu memperpanjang kesehatan gigi.
5. Memuji Allah Ta‘ala setelab ia makan, dan minum. Ketika ia
minum susu, ia berkata,
“Ya Allah, berkahilah apa yang Engkau berikan kepada kami, dan
tambahilah rizki-Mu (kepada kami)”.
Jika berbuka puasa di tempat orang, ia berkata,
“Orang-orang yang mengerjakan puasa berbuka puasa di tempat kalian,
orang-orang yang baik memakan makanan kalian, dan semoga para malaikat
mendoakan kalian.